Faktor yang Mempengaruhi Proses dan Hasil Belajar
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PROSES DAN HASIL BELAJAR
Makalah ini disusun untuk memenuhi
tugas mata kuliah
“Media Pembelajaran PAI”
Dosen Pengampu:
Zeni Murtafiati Mizani, M.Pd.I.
Disusun Oleh:
Elvi Nurhalimah (210317419)
Indah Sayidhatul Nisa (210317434)
Isma Widayati (210317436)
KELOMPOK 3 KELAS PAI M
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PONOROGO
2019
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Belajar adalah suatu proses yang kompleks yang terjadi pada semua
orang dan berlangsung seumur hidup. Kegiatan belajar yang berupa perilaku yang
kompleks itu telah lama menjadi objek penelitian ilmuwan. Karena kompleksnya
masalah belajar, ada banyak teori yang berusaha untuk menjelaskan bagaimana
proses belajar itu terjadi. Teori belajar berfungsi untuk mengungkapkan seluk
beluk atau kerumitan peristiwa yang ada, misalnya hakikat dan jenis
faktor-faktor yang mempengaruhi belajar.
Ada banyak teori-teori belajar, setiap teori memiliki konsep atau prinsip-prinsip
sendiri tentang belajar yang mempengaruhi bentuk atau model penerapannya dalam
kegiatan pembelajaran. Berdasarkan uraian tersebut, dalam makalah ini akan
dibahas mengenai apa saja teori-teori belajar, serta faktor apa saja yang
mempengaruhi proses dan hasil belajar.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa
saja teori-teori belajar?
2.
Apa
saja faktor yang mempengaruhi proses dan hasil belajar?
C.
Tujuan Pembahasan
Tujuan
pembahasan makalah ini adalah untuk mendeskripsikan:
1. Teori-teori belajar
2. Faktor yang mempengaruhi proses dan hasil belajar
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Teori Belajar
Teori
dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah pendapat yang didasarkan pada
penelitian dan penemuan, didukung oleh data dan argumentasi; pendapat, cara,
dan aturan untuk melakukan sesuatu. Sedangkan belajar, menurut KBBI adalah
berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu; berlatih; berubah tingkah laku atau
tanggapan yang disebabkan oleh pengalaman. Berdasarkan pengertian tersebut,
teori belajar dapat diartikan sebagai teori yang mempelajari perkembangan
intelektual seseorang. Teori belajar adalah upaya untuk mendeskripsikan
bagaimana manusia belajar, sehingga membantu kita memahami proses inhern yang
kompleks dari belajar.
Sudarwan
Danim dalam bukunya menyatakan bahwa teori belajar berhubungan dengan cara
individu belajar, penting untuk menjelaskan, memprediksi serta mengontrol
proses atau kegiatan belajar; teori belajar berhubungan dengan kondisi belajar,
motivasi belajar serta kapabilitas siswa; dan teori belajar memandang
kegiatan belajar dari sudut siswa.[1] Ada
banyak teori-teori belajar, setiap teori memiliki konsep atau prinsip-prinsip
sendiri tentang belajar yang mempengaruhi bentuk atau model penerapannya dalam
kegiatan pembelajaran. Teori belajar yang menjadi pembahasan dalam uraian
berikut ini dibatasi hanya beberapa teori belajar saja yang umum diterapkan
dalam kegiatan pembelajaran, antara lain teori belajar behaviorisme, teori
belajar kognitif, teori belajar humanisme, teori belajar sibernetik, dan teori
belajar konstruktivisme.
1.
Teori Belajar Behaviorisme
Teori belajar behaviorisme merupakan teori dengan pandangan tentang
belajar sebagai perubahan dalam tingkah laku sebagai akibat dari interaksi
antara stimulus (rangsangan) dan respon (perilaku reaktif). Belajar adalah
perubahan yang dialami peserta didik dalam hal kemampuannya untuk bertingkah
laku dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respon.
Menurut behavioristik, perubahan tingkah laku itu harus dapat diamati, diukur,
dan dinilai secara konkret.[2]
Ada banyak ahli yang berkarya dalam aliran teori ini, berikut uraian pendapat
atau pandangan beberapa tokoh behavioristik:
a.
Teori
Classical Conditioning (Pavlov dan Watson)
Menurut teori conditionimg,
belajar itu adalah suatu proses perubahan yang terjadi karena adanya
syarat-syarat (conditions) yang kemudian menimbulkan reaksi (response). Yang
terpenting dalam belajar menurut teori ini ialah adanya latihan-latihan yang
kontinu. Penganut teori ini mengatakan bahwa segala tingkah laku manusia juga
tidak lain adalah hasil daripada latihan-latihan atau kebiasaan-kebiasaan
mereaksi terhadap syarat-syarat atau perangsang-perangsang tertentu yang
dialaminya di dalam kehidupannya. Teori ini memiliki beberapa kelemahan, antara
lain: keaktifan dan penentuan pribadi tidak dihiraukannya, peranan latihan atau
kebiasaan terlalu ditonjolkan.[3]
b.
Teori
Conditioning dari Guthrie
Guthrie
mengemukakan bahwa tingkah laku manusia itu secara keseluruhan dapat dipandang
sebagai deretan-deretan tingkah laku yang terdiri dari unit-unit. Unit-unit tingkah
laku ini merupakan reaksi/respons dari perangsang/stimulus sebelumnya, dan
kemudian unit tersebut stimulus pula yang kemudian menimbulkan response bagi
unit tingkah laku yang berikutnya. Demikianlah seterusnya sehingga membentuk
deretan-deretan unit tingkah laku yang terus-menerus.[4]
c.
Teori
Operant Conditioning (Skinner)
Seperti Pavlov
dan Watson, Skinner juga memikirkan tingkah laku sebagai hubungan antara
perangsang dan respons. Hanya perbedaannya, Skinner membuat perincian lebih
jauh. Skinner membedakan adanya dua macam respons, yaitu:
1)
Respondent
response (revlexive response) merupakan
respon yang ditimbulkan oleh perangsang-perangsang tertentu.
2)
Operant
response (instrumental response) merupakan
respon yang timbul dan berkembangnya diikuti oleh perangsang-perangsang
tertentu.
d.
Teori
Systematic Behavior (Hull)
Clark C. Hull
mengemukakan, bahwa suatu kebutuhan atau keadaan terdorong (oleh motif, tujuan,
maksud, aspirasi, ambisi) harus ada dalam diri seseorang yang belajar, sebelum
suatu respon dapat diperkuat atas dasar pengurangan kebutuhan itu. Dalam hal
ini efisiensi belajar tergantung pada besarnya tingkat pengurangan dan kepuasan
motif yang menyebabkan timbulnya usaha belajar itu oleh respon-respon yang
dibuat oleh individu itu. Dua hal yang sangat penting dalam proses belajar dari
Hull ialah adanya incentive motivation (motivasi intensif) dan drive
stimulus reduction (pengurangan stimuluss pendorong). Kecepatan berespon
berubah bila besarnya hadiah (revaro) berubah.[5]
2.
Teori Belajar Kognitif
Menurut teori kognitif, belajar adalah pengorganisasian aspek-aspek
kognitif dan persepsi untuk memperoleh pemahaman. Dalam model ini, tingkah laku
seseorang ditentukan oleh persepsi dan pemahamannya tentang situasi yang
berhubungan dengan tujuan dan perubahan tingkah laku sangat dipengaruhi oleh
proses berpikir internal yang terjadi selama proses belajar. Prinsip-prinsip
teori kognitif, belajar adalah perubahan persepsi dan pemahaman yang tidak selalu
dapat dilihat sebagai tingkah laku.[6]
Berikut ini pendapat atau pandangan tokoh teori kognitif:
a.
Jean Piaget
Menurut Piaget,
perkembangan kognitif merupakan suatu proses genetika, yaitu proses yang
didasarkan atas mekanisme biologis, yaitu perkembangan sistem syaraf. Dalam teorinya, Piaget juga membahas tentang bagaimana anak
belajar. Dimana dasar dari belajar adalah aktivitas anak bila ia berinteraksi
dengan lingkungan sosial dan lingkungan fisiknya.[7] Piaget menyatakan bahwa cara berpikir anak bukan hanya kurang matang
dibandingkan dengan orang dewasa karena kalah pengetahuan, tetapi juga berbeda
secara kualitatif. Individu/pribadi serta perubahan umur sangat mempengaruhi
kemampuan belajar individu.
b. David Ausubel
Menurut Ausubel belajar
haruslah bermakna, materi yang dipelajari diasimilasi secara nonarbitrer dan
berhubungan dengan pengetahuan yang dimiliki sebelumnya.[8] Hal ini berari
bahwa pembelajaran bermakna merupakan suatu proses yang dikaitkan dengan
informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif
peserta didik. Dimana Proses belajar tidak sekedar menghafal konsep-konsep atau
fakta-fakta saja, tetapi merupakan kegiatan yang menghubungkan konsep-konsep
untuk menghasilkan pemahaman yang utuh sehingga konsep yang dipelajari akan
dipahami secara baik dan tidak mudah dilupakan. Jadi guru harus menjadi
perancang pembelajaran dan pengembang program pembelajaran dengan berusaha
mengetahui dan menggali konsep-konsep yang dimiliki peserta didik dan membantu
memadukan secara harmonis dengan pengetahuan baru yang dipelajari.
c. Jerome Burner
Dalam teori
belajarnya Jerome S
Bruner berpendapat bahwa
kegiatan belajar akan
berjalan baik dan
kreatif jika siswa
dapat menemukan sendiri suatu
aturan (termasuk konsep, teori, definisi dan sebagainya) melalui contoh-contoh yang menggambarkan
aturan yang menjadi sumbernya.[9] Sebagai contoh, kanak-kanak membentuk konsep dengan mengasingkan
benda-benda sesuai dengan ciri-cirinya. Selain itu, pengajaran didasarkan
kepada memberi rangsangan kepada murid terhadap konsep itu dengan pengetahuan
mereka. Misalnya, kanak-kanak membentuk konsep segiempat dengan mengenal
segiempat mempunyai 4 sisi dan memasukkan semua bentuk bersisi empat kedalam
kategori segiempat, dan memasukkan bentuk-bentuk bersisi tiga kedalam kategori
segitiga.
3.
Teori Belajar Humanisme
Paham humanisme menekankan bahwa untuk memahami periaku seseorang
seyogyanya berasal dari sudut pandang si pelaku (behaver) itu sendiri, bukan dari pengamat (obsever). Humanistik memandang tiap individu menentukan pilihan
perilaku belajarnya, bebas memilih, dan melakukan perilaku belajarnya sesuai
dengan minat dan keinginannya tanpa terikat oleh lingkungan.[10]
Berikut pandangan beberapa tokoh humanisme:
a.
Pandangan
tentang perilaku belajar oleh Combs
Pandangan umum
Combs tentang perilaku adalah jika ingin memahami perilaku orang, pahamilah
terlebih dahulu tentang dunia persepsi orang tersebut. Selanjutnya, menurut
Combs jika ingin mengubah perilaku orang maka berusahalah mengubah keyakinan
atau pandngan orang tersebut. Jika dikaitkan dengan perilaku belajar berarti
perilaku belajar peserta didik dapat diubah sesuai dengan harapan guru atau
orang tua dengan mengubah keyakinan atau pandangan si peserta didik. Combs
menyatakan bahwa ada dua bagian pada learning,
yaitu pemerolehan informasi baru dan personalisasi informasi ini pada
individu.
b.
Pandangan
tentang perilaku belajar oleh A. Maslow
Menurut Maslow,
bahwa perilaku (termasuk di dalamnya perilaku belajar) didasarkan atas asumsi
bahwa di dalam diri ada dua hal, yaitu suatu hal positif yang berkembang dan
kekuatan untuk melawan atau menolak perkembangan. Dengan demikian, dalam
perilaku belajar setiap individu terdapat dua hal yang saling bertentangan.
Pandangan A. Maslow yang menurut penulis sangat humanis adalah belajar yang
sesungguhnya harus melibatkan dan meliputi keseluruhan pribadi manusia bukan
hanya sekedar mempersiapkan dengan fakta-fakta untuk diingat.
c.
Pandangan
tentang perilaku belajar oleh C. Rogers
Menurut C.
Rogers bahwa pengalaman yang paling utama adalah pengalaman yang berdasarkan
efektif, yakni keterlibatan keseluruhan emosional dalam belajar. Pembelajaran
diimplementasikan dengan memberi kebebasan, serta rasa aman dan nyaman kepada
peserta didik. Bahkan peserta didik diharapkan memunculkan berbagai ide dan
mewujudkan potensinya terkait dan selama pembelajaran berlangsung.
4.
Teori Belajar Sibernetik
Menurut teori sibernetik belajar adalah mengolah informasi (pesan
pembelajaran). Proses belajar dianggap penting, tetapi yang lebih penting lagi
adalah sistem informasi yang akan diproses dan akan dipelajari oleh peserta
didik. Oleh karena itu, proses belajar akan sangat ditentukan oleh sistem
informasi.[11]
5.
Teori Belajar Konstruktivisme
Konstruktivisme memandang bahwa pengetahuan adalah tidak objektif,
bersifat temporer, selalu berubah ubah dan tidak menentu. Belajar adalah
menyusun pengetahuan dari pengalaman konkret, aktivitas kolaborasi, refleksi
serta interprestasi, sedangkan mengajar adalah menata lingkungan agar
pembelajar termotivasi dalam menggali dan menghargai ketidakmenentuan.
Pembelajar akan memiliki pemahaman yang berbeda terhadap pengetahuan tergantung
pada pengalamannya, dan perspektif yang dipakai dalam menginstropeksinya.[12]
B.
Faktor yang Mempengaruhi Proses dan Hasil Belajar
Sebagaimana
telah dijelaskan bahwa belajar adalah suatu proses yang menimbulkan terjadinya
suatu perubahan atau pembaharuan dalam tingkah laku dan/atau kecakapan. Sejauh
mana perubahan itu dapat tercapai atau dengan kata lain berhasil baik atau
tidaknya belajar itu tergantung pada bermacam-macam faktor. Secara global,
faktor-faktor yang mempengaruhi proses dan hasil belajar siswa dapat dibedakan
menjadi dua macam, yaitu faktor internal dan faktor eksternal.[13]
1.
Faktor
internal (faktor dari siswa),
yakni keadaan jasmani dan rohani siswa atau biasa disebut faktor fisiologis dan
faktor psikologis.
a.
Faktor
fisiologis,
Secara umum kondisi fisiologis ini meliputi kondisi kesehatan dan
cacat tubuh. Kondisi kesehatan yang kurang prima, dalam keadaan lemah dan
capek, semuanya akan mempengaruhi proses dan hasil belajar. Proses belajar
seseorang akan terganggu apabila kesehatan seseorang juga terganggu. Selain
itu, gizi pada seseorang juga dapat berpengaruh, misalnya seorang siswa yang
kekurangan gizi kemampuan belajarnya juga akan menurun, sebab mereka yang
kekurangan gizi pada umumnya cenderung cepat lelah dan capek, cepat ngantuk
sehigga sulit dalam menerima pelajaran.
Selain hal di atas, keadaan cacat tubuh juga dapat mempengaruhi
belajar. Cacat tubuh adalah sesuatu yang menyebabkan tubuh atau badan kurang
baik atau kurang sempurna. Cacat tubuh dapat berupa kurangnya kemampuan
penglihatan, kurangnya kemampuan pendengaran, tidak dapat berbicara, patah
tangan/kaki, lumpuh, dan lain-lain. Siswa yang cacat belajarnya juga akan
terganggu. Jika hal ini terjadi, hendaknya ia belajar pada lembaga pendidikan
khusus atau diusahakan alat bantu agar mengurangi atau menghindari pengaruh
kecacatannya.
b.
Faktor
psikologis
Setiap
manusia atau anak didik pada dasarnya memilki kondisi psikologi yang
berbeda-beda, tentunya perbedaan-perbedaan ini akan berpengaruh pada proses dan
hasil belajarnya masing-masing. Beberapa faktor psikologis yang dapat diuraikan
diantaranya meliputi intelegensi, perhatian, minat dan bakat, motivasi,
kognitif dan daya nalar,[14]
1)
Intelegensi,
C.P. Chaplin mengartikan intelegensi sebagai kecakapan yang terdiri dari;
kemampuan menghadapi dan menyesuaikan diri terhadap situasi baru secara cepat
dan efektif; kemampuan menggunakan konsep abstrak secara efektif; kemampuan mengetahui relasi dan belajar
dengan cepat sekali. Intelegensi besar pengaruhnya terhadap kemajuan belajar.
Seseorang yang memiliki intelegensi yang tinggi mempunyai peluang besar untuk
memperoleh hasil belajar lebih baik jika dibanding dengan yang memiliki
intelegensi rendah. Meskipun demikian, siswa yang mempunyai tingkat intelegensi
tinggi belum tentu berhasil dalam belajarnya. Hal ini disebabkan belajar adalah
suatu proses yang kompleks dengan banyak faktor yang mempengaruhinya, sedangkan
intelegensi adalah salah satu faktor diantara faktor yang lain.
2)
Perhatian.
Perhatian adalah keaktifan jiwa yang dipertinggi, jiwa semata-mata tertuju
kepada suatu objek ataupun sekumpulan objek. Untuk dapat menjamin hasil belajar
yang baik, maka siswa harus dihadapkan pada objek-objek yang dapat menarik
perhatian siswa, bila tidak maka perhatian siswa tidak akan terarah atau fokus
pada objek yang sedang dipelajarinya.
3)
Minat
dan bakat. Minat adalah kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan
mengenang beberapa kegiatan. Kegiatan yang diminati seseorang, diperhatikan
terus menerus yang disertai dengan rasa senang. Jadi, berbeda dengan perhatian
yang sifatnya sementara dan belum tentu diikuti dengan perasaan senang,
sedangkan minat selalu diikuti dengan perasaan senang, dan dari situ diperoleh
suatu kepuasan. Minat sangat besar pengaruhnya terhadap belajar, karena apabila
bahan pelajaran yang dipelajari tidak sesuai dengan minat siswa, siswa tidak
akan belajar dengan sebaik-baiknya, karena tidak ada daya tarik baginya. Bahan
pelajaran yang menarik minat siswa akan lebih mudah dipelajari dan dikuasai,
karena minat dapat menambah kegiatan belajar. Adapun bakat merupakan kemampuan
bawaan sebagai potensi yang perlu dilatih dan dikembangkan agar dapat terwujud.
Bakat memerlukan latihan dan pendidikan agar suatu tindakan dapat dilakukan
pada masa yang akan datang. Selain kecerdasan, mbakat merupakan faktor yang
menentukan berhasil tidaknya seseorang dalam belajar. Belajar pada bidang yang
sesuai dengan bakatnya akan memperbesar kemungkinan seseorang untuk berhasil.
Apabila bahan pelajaran yang dipelajari siswa sesuai dengan bakatnya, maka
hasil belajarnya cenderung lebih baik.
4)
Motivasi.
Motivasi merupakan dorongan yang ada pada diri anak untuk melakukan suatu
tindakan. Besar kecilnya motivasi banyak dipengaruhi oleh kebutuhan individu
yang ingin dipenuhi. Ada dua macam motivasi yaitu motivasi instrinsik dan
motivasi ekstrinsik. Motivasi instrinsik adalah motivasi yang ditimbulkan dari
dalam diri orang yang bersangkutan. Sedangkan, motivasi ekstrinsik adalah
motivasi yang timbul oleh rangsangan dari luar atau motivasi yang disebabkan
oleh faktor-faktor dari luar situasi belajar. Motivasi erat hubungannya dengan
tujuan yang akan dicapai. Di dalam menentukan tujuan itu dapat disadari atau
tidak, akan tetapi untuk mencapai tujuan itu perlu berbuat, sedangkan yang
menjadi penyebab berbuat adalah motif itu sendiri sebagai daya
penggerak/pendorongnya. Dalam proses belajar haruslah diperhatikan apa yang
mendorong siswa agar dapat belajar dengan baik atau mempunyai motif untuk
berfikir dan memutuskan perhatian, merencanakan dan melaksanakan kegiatan yang
berhubungan, dan menunjang dalam belajar.
5)
Kognitif
dan daya nalar Pembahasan mengenai hal ini meliputi tiga hal, yakni persepsi,
menginga, dan berpikir. Persepsi adalah penginderaan terhadap suatu kesan yang
timbul dalam lingkungannya. Penginderaan dipengaruhi oleh pengalaman,
kebiasaan, dan kebutuhan. Kemampuan mempersepsi antara satu siswa dengan siswa
yang lainnya tidak sama, hal ini karena ditentukan oleh pengetahuan dan
pengalaman itu sendiri. Mengingat adalah suatu aktifitas kognitif, dimana orang
menyadari bahwa pengetahuannya berasal dari masa yang lampau atau berdasarkan
kesan-kesan yang diperoleh melalui pengalamannya di masa lampau. Berpikir oleh
Jalaluddin Rahmat sebagaimana dikutip Indah Komsiyah dibagi menjadi dua macam,
yakni berpikir autustik (autistic) dan berpikir realistik (realistic).[15]
Berpikir autistic lebih tepatnya disebut melamun, fantasi, menghayal, wishful
thinking. Berpikir realistik disebut juga nalar (reasoning), ialah berpikir
dalam rangka menyesuaikan diri dengan dunia nyata. Adapun istilah penalaran
sebagai terjemahan dari bahasa Inggris reasoning menurut kamus The
Random House Dictionary berarti the act or process of a person who
reason (kegiatan atau proses melalar yang dilakukan oleh seseorang).
Sedangkan reason berarti the mental powers concerned with forming
conclusions, judgements of inferences (kekuatan mental yang berkaitan
dengan pembentukan kesimpulan dan penilaian). Setiap individu satu dengan yang
lainnya memiliki kadar kekuatan penalaran atau daya nalar yang berbeda.
2.
Faktor
eksternal (faktor dari luar siswa),
yaitu kondisi di sekitar siswa antara lain berasal dari keluarga, lingkungan
masyarakat, dan lingkungan sekolah.
a.
Keadaan
keluarga
Suasana dan
keadaan keluarga yang bermacam-macam, seperti kondisi ekonomi, suasana tentram
dan damai atau sebaliknya, orang tua terpelajar atau ada juga yang sebaliknya,
orang tua yang begitu perduli dengan anaknya atau ada juga yang biasa saja,
semua hal ini mau tidak mau turut menentukan bagaimana belajar yang dialami dan
dicapai anak-anak. Selain hal tersebut, termasuk juga dalam keluarga, ada
tidaknya fasilitas-fasilitas yang diperlukan dalam belajar turut memegang
peranan penting pula.
b.
Lingkungan
masyarakat
Kondisi
lingkungan juga mempengaruhi proses dan hasil belajar. Lingkungan ini dapat
berupa lingkungan fisik atau alam dan dapat pula berupa lingkungan sosial
masyarakat. Lingkungan alam misalnya keadaan suhu, kelembapan, kepengapan
udara, dan sebagainya. Lingkungan masyarakat juga berpengaruh, sebab anak tidak
lepas dari kehidupan masyarakat. Faktor mayarakat bahkan sangat kuat
pengaruhnya terhadap pendidikan anak. Pengaruh masyarakat bahkan sulit untuk
dikendalikan. Mendukung atau tidak mendukung perkembangan anak, masyarakat juga
ikut mempengaruhi.
c.
Lingkungan
sekolah
Faktor-faktor
yang berasal dari sekolah dapat berasal dari guru, kurikulum, sarana dan
fasilitas. Faktor guru banyak menjadi penyebab kegagalan belajar anak, yaitu
yang menyangkut kepribadian guru ataupun kemampuan mengajarnya. Berbicara
mengenai faktor kurikulum berarti berbicara mengenai komponen-komponennya,
yakni tujuan, bahan atau program, proses belajar mengajar, dan evaluasi. Sangat
jelas faktor-faktor ini besar pengaruhnya terhadap proses dan hasil belajar.
Adapun mengenai sarana dan fasilitas tentu saja hal ini sangat mendukung
kegiatan belajar siswa, ketidaklengkapan sarana dan fasilitas dapat menghambat
proses belajar siswa. Terlebih lagi pada kelengkapan media pembelajaran, sebab
pemanfaatan media dalam proses pembelajaran dapat merangsang dan mengembangkan
daya nalar siswa.
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan:
Teori belajar adalah upaya untuk mendeskripsikan bagaimana manusia
belajar, sehingga membantu kita memahami proses inhern yang kompleks dari
belajar. Teori belajar secara umum yang diterapkan dalam kegiatan
pembelajaran, antara lain teori belajar behaviorisme, teori belajar kognitif,
teori belajar humanisme, teori belajar sibernetik, dan teori belajar
konstruktivisme. faktor-faktor yang mempengaruhi proses dan hasil belajar siswa
dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu faktor internal dan faktor eksternal.
Faktor internal berupa faktor fisiologis (keadaan jasmani) dan faktor
psikologis (keadaan rohani). Adapun faktor eksternal yaitu faktor-faktor yang
berasal dari luar diri siswa, seperti lingkungan keluarga, lingkungan sekolah,
maupun lingkungan masyarakat.
DAFTAR
PUSTAKA
Danim, Sudarwan. Media Komunikasi Pendidikan: Pelayanan
Profesional
Pembelajaran
dan Mutu Hasil Belajar, Cet. 4. Jakarta: Bumi Aksara,
2013.
Soesilo, Tritjahjo Danny. Teori dan Pendekatan Belajar. Yogyakarta:
Penerbit
Ombak, 2015.
Rasyidin,
Al, Wahyudin Nur Nasution. Teori Belajar dan pembelajaran. Medan:
Perdana Publishing, 2011.
Komsiyah, Indah. Belajar dan Pembelajaran. Yogyakarta:
Teras, 2012.
Husamah, dkk. Belajar
dan Pembelajaran. Malang: UMM Press, 2018.
Purwanto, Ngalim. Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2007.
[1] Sudarwan
Danim, Media Komunikasi Pendidikan: Pelayanan Profesional Pembelajaran dan
Mutu Hasil Belajar, Cet. 4, (Jakarta: Bumi Aksara, 2013), 47.
[2] Husamah, dkk.,
Belajar dan Pembelajaran, (Malang: UMM Press, 2018), 29.
[3] Ngalim Purwanto, Psikologi
Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007), 91.
[4] Ibid., 92.
[5] Ibid., 97.
[6] Indah
Komsiyah, Belajar dan Pembelajaran,(Yogyakarta: Teras, 2012), 37.
[7] Al Rasyidin & Wahyudin
Nur Nasution, Teori Belajar dan
pembelajaran, (Medan: Perdana Publishing, 2011), 33.
[8] Indah
Komsiyah, Belajar dan Pembelajaran, 39.
[9] Ibid., 38.
[10] Tritjahjo
Danny Soesilo, Teori dan Pendekatan Belajar, (Yogyakarta: Penerbit
Ombak, 2015), 35.
[11] Indah
Komsiyah, Belajar dan Pembelajaran, 41.
[12] Ibid., 42-43.
[13] Ngalim
Purwanto, Psikologi Pendidikan, 102.
[14] Indah
Komsiyah, Belajar dan Pembelajaran, 91.
[15] Ibid., 95.
Komentar
Posting Komentar