Faktor yang Mempengaruhi Proses dan Hasil Belajar


FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PROSES DAN HASIL BELAJAR

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah

 Media Pembelajaran PAI”










Dosen Pengampu:

Zeni Murtafiati Mizani, M.Pd.I.



Disusun Oleh:

Elvi Nurhalimah                    (210317419)

Indah Sayidhatul Nisa          (210317434)

Isma Widayati                       (210317436)



KELOMPOK 3 KELAS PAI M

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PONOROGO

2019

BAB I

PENDAHULUAN



A.    Latar Belakang

Belajar adalah suatu proses yang kompleks yang terjadi pada semua orang dan berlangsung seumur hidup. Kegiatan belajar yang berupa perilaku yang kompleks itu telah lama menjadi objek penelitian ilmuwan. Karena kompleksnya masalah belajar, ada banyak teori yang berusaha untuk menjelaskan bagaimana proses belajar itu terjadi. Teori belajar berfungsi untuk mengungkapkan seluk beluk atau kerumitan peristiwa yang ada, misalnya hakikat dan jenis faktor-faktor yang mempengaruhi belajar.

Ada banyak teori-teori belajar, setiap teori memiliki konsep atau prinsip-prinsip sendiri tentang belajar yang mempengaruhi bentuk atau model penerapannya dalam kegiatan pembelajaran. Berdasarkan uraian tersebut, dalam makalah ini akan dibahas mengenai apa saja teori-teori belajar, serta faktor apa saja yang mempengaruhi proses dan hasil belajar.



B.     Rumusan Masalah

1.      Apa saja teori-teori belajar?

2.      Apa saja faktor yang mempengaruhi proses dan hasil belajar?



C.    Tujuan Pembahasan

Tujuan pembahasan makalah ini adalah untuk mendeskripsikan:

1.      Teori-teori belajar

2.      Faktor yang mempengaruhi proses dan hasil belajar

BAB II

PEMBAHASAN



A.    Teori Belajar

Teori dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah pendapat yang didasarkan pada penelitian dan penemuan, didukung oleh data dan argumentasi; pendapat, cara, dan aturan untuk melakukan sesuatu. Sedangkan belajar, menurut KBBI adalah berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu; berlatih; berubah tingkah laku atau tanggapan yang disebabkan oleh pengalaman. Berdasarkan pengertian tersebut, teori belajar dapat diartikan sebagai teori yang mempelajari perkembangan intelektual seseorang. Teori belajar adalah upaya untuk mendeskripsikan bagaimana manusia belajar, sehingga membantu kita memahami proses inhern yang kompleks dari belajar.

Sudarwan Danim dalam bukunya menyatakan bahwa teori belajar berhubungan dengan cara individu belajar, penting untuk menjelaskan, memprediksi serta mengontrol proses atau kegiatan belajar; teori belajar berhubungan dengan kondisi belajar, motivasi belajar serta kapabilitas siswa; dan teori belajar memandang kegiatan  belajar dari sudut siswa.[1] Ada banyak teori-teori belajar, setiap teori memiliki konsep atau prinsip-prinsip sendiri tentang belajar yang mempengaruhi bentuk atau model penerapannya dalam kegiatan pembelajaran. Teori belajar yang menjadi pembahasan dalam uraian berikut ini dibatasi hanya beberapa teori belajar saja yang umum diterapkan dalam kegiatan pembelajaran, antara lain teori belajar behaviorisme, teori belajar kognitif, teori belajar humanisme, teori belajar sibernetik, dan teori belajar konstruktivisme.

1.      Teori Belajar Behaviorisme

Teori belajar behaviorisme merupakan teori dengan pandangan tentang belajar sebagai perubahan dalam tingkah laku sebagai akibat dari interaksi antara stimulus (rangsangan) dan respon (perilaku reaktif). Belajar adalah perubahan yang dialami peserta didik dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respon. Menurut behavioristik, perubahan tingkah laku itu harus dapat diamati, diukur, dan dinilai secara konkret.[2] Ada banyak ahli yang berkarya dalam aliran teori ini, berikut uraian pendapat atau pandangan beberapa tokoh behavioristik:

a.       Teori Classical Conditioning (Pavlov dan Watson)

Menurut teori conditionimg, belajar itu adalah suatu proses perubahan yang terjadi karena adanya syarat-syarat (conditions) yang kemudian menimbulkan reaksi (response). Yang terpenting dalam belajar menurut teori ini ialah adanya latihan-latihan yang kontinu. Penganut teori ini mengatakan bahwa segala tingkah laku manusia juga tidak lain adalah hasil daripada latihan-latihan atau kebiasaan-kebiasaan mereaksi terhadap syarat-syarat atau perangsang-perangsang tertentu yang dialaminya di dalam kehidupannya. Teori ini memiliki beberapa kelemahan, antara lain: keaktifan dan penentuan pribadi tidak dihiraukannya, peranan latihan atau kebiasaan terlalu ditonjolkan.[3]

b.      Teori Conditioning dari Guthrie

Guthrie mengemukakan bahwa tingkah laku manusia itu secara keseluruhan dapat dipandang sebagai deretan-deretan tingkah laku yang terdiri dari unit-unit. Unit-unit tingkah laku ini merupakan reaksi/respons dari perangsang/stimulus sebelumnya, dan kemudian unit tersebut stimulus pula yang kemudian menimbulkan response bagi unit tingkah laku yang berikutnya. Demikianlah seterusnya sehingga membentuk deretan-deretan unit tingkah laku yang terus-menerus.[4]

c.       Teori Operant Conditioning (Skinner)

Seperti Pavlov dan Watson, Skinner juga memikirkan tingkah laku sebagai hubungan antara perangsang dan respons. Hanya perbedaannya, Skinner membuat perincian lebih jauh. Skinner membedakan adanya dua macam respons, yaitu:

1)      Respondent response (revlexive response) merupakan respon yang ditimbulkan oleh perangsang-perangsang tertentu.

2)      Operant response (instrumental response) merupakan respon yang timbul dan berkembangnya diikuti oleh perangsang-perangsang tertentu.

d.      Teori Systematic Behavior (Hull)

Clark C. Hull mengemukakan, bahwa suatu kebutuhan atau keadaan terdorong (oleh motif, tujuan, maksud, aspirasi, ambisi) harus ada dalam diri seseorang yang belajar, sebelum suatu respon dapat diperkuat atas dasar pengurangan kebutuhan itu. Dalam hal ini efisiensi belajar tergantung pada besarnya tingkat pengurangan dan kepuasan motif yang menyebabkan timbulnya usaha belajar itu oleh respon-respon yang dibuat oleh individu itu. Dua hal yang sangat penting dalam proses belajar dari Hull ialah adanya incentive motivation (motivasi intensif) dan drive stimulus reduction (pengurangan stimuluss pendorong). Kecepatan berespon berubah bila besarnya hadiah (revaro) berubah.[5]

2.      Teori Belajar Kognitif

Menurut teori kognitif, belajar adalah pengorganisasian aspek-aspek kognitif dan persepsi untuk memperoleh pemahaman. Dalam model ini, tingkah laku seseorang ditentukan oleh persepsi dan pemahamannya tentang situasi yang berhubungan dengan tujuan dan perubahan tingkah laku sangat dipengaruhi oleh proses berpikir internal yang terjadi selama proses belajar. Prinsip-prinsip teori kognitif, belajar adalah perubahan persepsi dan pemahaman yang tidak selalu dapat dilihat sebagai tingkah laku.[6] Berikut ini pendapat atau pandangan tokoh teori kognitif:



a.       Jean Piaget

Menurut Piaget, perkembangan kognitif merupakan suatu proses genetika, yaitu proses yang didasarkan atas mekanisme biologis, yaitu perkembangan sistem syaraf. Dalam teorinya, Piaget juga membahas tentang bagaimana anak belajar. Dimana dasar dari belajar adalah aktivitas anak bila ia berinteraksi dengan lingkungan sosial dan lingkungan fisiknya.[7] Piaget menyatakan bahwa cara berpikir anak bukan hanya kurang matang dibandingkan dengan orang dewasa karena kalah pengetahuan, tetapi juga berbeda secara kualitatif. Individu/pribadi serta perubahan umur sangat mempengaruhi kemampuan belajar individu.

b.      David Ausubel

Menurut Ausubel belajar haruslah bermakna, materi yang dipelajari diasimilasi secara nonarbitrer dan berhubungan dengan pengetahuan yang dimiliki sebelumnya.[8] Hal ini berari bahwa pembelajaran bermakna merupakan suatu proses yang dikaitkan dengan informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif peserta didik. Dimana Proses belajar tidak sekedar menghafal konsep-konsep atau fakta-fakta saja, tetapi merupakan kegiatan yang menghubungkan konsep-konsep untuk menghasilkan pemahaman yang utuh sehingga konsep yang dipelajari akan dipahami secara baik dan tidak mudah dilupakan. Jadi guru harus menjadi perancang pembelajaran dan pengembang program pembelajaran dengan berusaha mengetahui dan menggali konsep-konsep yang dimiliki peserta didik dan membantu memadukan secara harmonis dengan pengetahuan baru yang dipelajari.

c.       Jerome Burner

Dalam  teori  belajarnya  Jerome  S  Bruner  berpendapat  bahwa  kegiatan  belajar  akan  berjalan  baik  dan  kreatif  jika  siswa  dapat  menemukan  sendiri suatu  aturan  (termasuk konsep, teori, definisi dan sebagainya) melalui contoh-contoh yang menggambarkan aturan yang menjadi sumbernya.[9] Sebagai contoh, kanak-kanak membentuk konsep dengan mengasingkan benda-benda sesuai dengan ciri-cirinya. Selain itu, pengajaran didasarkan kepada memberi rangsangan kepada murid terhadap konsep itu dengan pengetahuan mereka. Misalnya, kanak-kanak membentuk konsep segiempat dengan mengenal segiempat mempunyai 4 sisi dan memasukkan semua bentuk bersisi empat kedalam kategori segiempat, dan memasukkan bentuk-bentuk bersisi tiga kedalam kategori segitiga.

3.      Teori Belajar Humanisme

Paham humanisme menekankan bahwa untuk memahami periaku seseorang seyogyanya berasal dari sudut pandang si pelaku (behaver) itu sendiri, bukan dari pengamat (obsever). Humanistik memandang tiap individu menentukan pilihan perilaku belajarnya, bebas memilih, dan melakukan perilaku belajarnya sesuai dengan minat dan keinginannya tanpa terikat oleh lingkungan.[10] Berikut pandangan beberapa tokoh humanisme:

a.       Pandangan tentang perilaku belajar oleh Combs

Pandangan umum Combs tentang perilaku adalah jika ingin memahami perilaku orang, pahamilah terlebih dahulu tentang dunia persepsi orang tersebut. Selanjutnya, menurut Combs jika ingin mengubah perilaku orang maka berusahalah mengubah keyakinan atau pandngan orang tersebut. Jika dikaitkan dengan perilaku belajar berarti perilaku belajar peserta didik dapat diubah sesuai dengan harapan guru atau orang tua dengan mengubah keyakinan atau pandangan si peserta didik. Combs menyatakan bahwa ada dua bagian pada learning, yaitu pemerolehan informasi baru dan personalisasi informasi ini pada individu.

b.      Pandangan tentang perilaku belajar oleh A. Maslow

Menurut Maslow, bahwa perilaku (termasuk di dalamnya perilaku belajar) didasarkan atas asumsi bahwa di dalam diri ada dua hal, yaitu suatu hal positif yang berkembang dan kekuatan untuk melawan atau menolak perkembangan. Dengan demikian, dalam perilaku belajar setiap individu terdapat dua hal yang saling bertentangan. Pandangan A. Maslow yang menurut penulis sangat humanis adalah belajar yang sesungguhnya harus melibatkan dan meliputi keseluruhan pribadi manusia bukan hanya sekedar mempersiapkan dengan fakta-fakta untuk diingat.

c.       Pandangan tentang perilaku belajar oleh C. Rogers

Menurut C. Rogers bahwa pengalaman yang paling utama adalah pengalaman yang berdasarkan efektif, yakni keterlibatan keseluruhan emosional dalam belajar. Pembelajaran diimplementasikan dengan memberi kebebasan, serta rasa aman dan nyaman kepada peserta didik. Bahkan peserta didik diharapkan memunculkan berbagai ide dan mewujudkan potensinya terkait dan selama pembelajaran berlangsung.

4.      Teori Belajar Sibernetik

Menurut teori sibernetik belajar adalah mengolah informasi (pesan pembelajaran). Proses belajar dianggap penting, tetapi yang lebih penting lagi adalah sistem informasi yang akan diproses dan akan dipelajari oleh peserta didik. Oleh karena itu, proses belajar akan sangat ditentukan oleh sistem informasi.[11]

5.      Teori Belajar Konstruktivisme

Konstruktivisme memandang bahwa pengetahuan adalah tidak objektif, bersifat temporer, selalu berubah ubah dan tidak menentu. Belajar adalah menyusun pengetahuan dari pengalaman konkret, aktivitas kolaborasi, refleksi serta interprestasi, sedangkan mengajar adalah menata lingkungan agar pembelajar termotivasi dalam menggali dan menghargai ketidakmenentuan. Pembelajar akan memiliki pemahaman yang berbeda terhadap pengetahuan tergantung pada pengalamannya, dan perspektif yang dipakai dalam menginstropeksinya.[12]



B.     Faktor yang Mempengaruhi Proses dan Hasil Belajar

Sebagaimana telah dijelaskan bahwa belajar adalah suatu proses yang menimbulkan terjadinya suatu perubahan atau pembaharuan dalam tingkah laku dan/atau kecakapan. Sejauh mana perubahan itu dapat tercapai atau dengan kata lain berhasil baik atau tidaknya belajar itu tergantung pada bermacam-macam faktor. Secara global, faktor-faktor yang mempengaruhi proses dan hasil belajar siswa dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu faktor internal dan faktor eksternal.[13]

1.      Faktor internal (faktor dari siswa), yakni keadaan jasmani dan rohani siswa atau biasa disebut faktor fisiologis dan faktor psikologis.

a.       Faktor fisiologis,

Secara umum kondisi fisiologis ini meliputi kondisi kesehatan dan cacat tubuh. Kondisi kesehatan yang kurang prima, dalam keadaan lemah dan capek, semuanya akan mempengaruhi proses dan hasil belajar. Proses belajar seseorang akan terganggu apabila kesehatan seseorang juga terganggu. Selain itu, gizi pada seseorang juga dapat berpengaruh, misalnya seorang siswa yang kekurangan gizi kemampuan belajarnya juga akan menurun, sebab mereka yang kekurangan gizi pada umumnya cenderung cepat lelah dan capek, cepat ngantuk sehigga sulit dalam menerima pelajaran.

Selain hal di atas, keadaan cacat tubuh juga dapat mempengaruhi belajar. Cacat tubuh adalah sesuatu yang menyebabkan tubuh atau badan kurang baik atau kurang sempurna. Cacat tubuh dapat berupa kurangnya kemampuan penglihatan, kurangnya kemampuan pendengaran, tidak dapat berbicara, patah tangan/kaki, lumpuh, dan lain-lain. Siswa yang cacat belajarnya juga akan terganggu. Jika hal ini terjadi, hendaknya ia belajar pada lembaga pendidikan khusus atau diusahakan alat bantu agar mengurangi atau menghindari pengaruh kecacatannya.

b.      Faktor psikologis

Setiap manusia atau anak didik pada dasarnya memilki kondisi psikologi yang berbeda-beda, tentunya perbedaan-perbedaan ini akan berpengaruh pada proses dan hasil belajarnya masing-masing. Beberapa faktor psikologis yang dapat diuraikan diantaranya meliputi intelegensi, perhatian, minat dan bakat, motivasi, kognitif dan daya nalar,[14]

1)      Intelegensi, C.P. Chaplin mengartikan intelegensi sebagai kecakapan yang terdiri dari; kemampuan menghadapi dan menyesuaikan diri terhadap situasi baru secara cepat dan efektif; kemampuan menggunakan konsep abstrak secara efektif;  kemampuan mengetahui relasi dan belajar dengan cepat sekali. Intelegensi besar pengaruhnya terhadap kemajuan belajar. Seseorang yang memiliki intelegensi yang tinggi mempunyai peluang besar untuk memperoleh hasil belajar lebih baik jika dibanding dengan yang memiliki intelegensi rendah. Meskipun demikian, siswa yang mempunyai tingkat intelegensi tinggi belum tentu berhasil dalam belajarnya. Hal ini disebabkan belajar adalah suatu proses yang kompleks dengan banyak faktor yang mempengaruhinya, sedangkan intelegensi adalah salah satu faktor diantara faktor yang lain.

2)      Perhatian. Perhatian adalah keaktifan jiwa yang dipertinggi, jiwa semata-mata tertuju kepada suatu objek ataupun sekumpulan objek. Untuk dapat menjamin hasil belajar yang baik, maka siswa harus dihadapkan pada objek-objek yang dapat menarik perhatian siswa, bila tidak maka perhatian siswa tidak akan terarah atau fokus pada objek yang sedang dipelajarinya.

3)      Minat dan bakat. Minat adalah kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan mengenang beberapa kegiatan. Kegiatan yang diminati seseorang, diperhatikan terus menerus yang disertai dengan rasa senang. Jadi, berbeda dengan perhatian yang sifatnya sementara dan belum tentu diikuti dengan perasaan senang, sedangkan minat selalu diikuti dengan perasaan senang, dan dari situ diperoleh suatu kepuasan. Minat sangat besar pengaruhnya terhadap belajar, karena apabila bahan pelajaran yang dipelajari tidak sesuai dengan minat siswa, siswa tidak akan belajar dengan sebaik-baiknya, karena tidak ada daya tarik baginya. Bahan pelajaran yang menarik minat siswa akan lebih mudah dipelajari dan dikuasai, karena minat dapat menambah kegiatan belajar. Adapun bakat merupakan kemampuan bawaan sebagai potensi yang perlu dilatih dan dikembangkan agar dapat terwujud. Bakat memerlukan latihan dan pendidikan agar suatu tindakan dapat dilakukan pada masa yang akan datang. Selain kecerdasan, mbakat merupakan faktor yang menentukan berhasil tidaknya seseorang dalam belajar. Belajar pada bidang yang sesuai dengan bakatnya akan memperbesar kemungkinan seseorang untuk berhasil. Apabila bahan pelajaran yang dipelajari siswa sesuai dengan bakatnya, maka hasil belajarnya cenderung lebih baik.

4)      Motivasi. Motivasi merupakan dorongan yang ada pada diri anak untuk melakukan suatu tindakan. Besar kecilnya motivasi banyak dipengaruhi oleh kebutuhan individu yang ingin dipenuhi. Ada dua macam motivasi yaitu motivasi instrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi instrinsik adalah motivasi yang ditimbulkan dari dalam diri orang yang bersangkutan. Sedangkan, motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang timbul oleh rangsangan dari luar atau motivasi yang disebabkan oleh faktor-faktor dari luar situasi belajar. Motivasi erat hubungannya dengan tujuan yang akan dicapai. Di dalam menentukan tujuan itu dapat disadari atau tidak, akan tetapi untuk mencapai tujuan itu perlu berbuat, sedangkan yang menjadi penyebab berbuat adalah motif itu sendiri sebagai daya penggerak/pendorongnya. Dalam proses belajar haruslah diperhatikan apa yang mendorong siswa agar dapat belajar dengan baik atau mempunyai motif untuk berfikir dan memutuskan perhatian, merencanakan dan melaksanakan kegiatan yang berhubungan, dan menunjang dalam belajar.

5)      Kognitif dan daya nalar Pembahasan mengenai hal ini meliputi tiga hal, yakni persepsi, menginga, dan berpikir. Persepsi adalah penginderaan terhadap suatu kesan yang timbul dalam lingkungannya. Penginderaan dipengaruhi oleh pengalaman, kebiasaan, dan kebutuhan. Kemampuan mempersepsi antara satu siswa dengan siswa yang lainnya tidak sama, hal ini karena ditentukan oleh pengetahuan dan pengalaman itu sendiri. Mengingat adalah suatu aktifitas kognitif, dimana orang menyadari bahwa pengetahuannya berasal dari masa yang lampau atau berdasarkan kesan-kesan yang diperoleh melalui pengalamannya di masa lampau. Berpikir oleh Jalaluddin Rahmat sebagaimana dikutip Indah Komsiyah dibagi menjadi dua macam, yakni berpikir autustik (autistic) dan berpikir realistik (realistic).[15] Berpikir autistic lebih tepatnya disebut melamun, fantasi, menghayal, wishful thinking. Berpikir realistik disebut juga nalar (reasoning), ialah berpikir dalam rangka menyesuaikan diri dengan dunia nyata. Adapun istilah penalaran sebagai terjemahan dari bahasa Inggris reasoning menurut kamus The Random House Dictionary berarti the act or process of a person who reason (kegiatan atau proses melalar yang dilakukan oleh seseorang). Sedangkan reason berarti the mental powers concerned with forming conclusions, judgements of inferences (kekuatan mental yang berkaitan dengan pembentukan kesimpulan dan penilaian). Setiap individu satu dengan yang lainnya memiliki kadar kekuatan penalaran atau daya nalar yang berbeda.

2.      Faktor eksternal (faktor dari luar siswa), yaitu kondisi di sekitar siswa antara lain berasal dari keluarga, lingkungan masyarakat, dan lingkungan sekolah.

a.       Keadaan keluarga

Suasana dan keadaan keluarga yang bermacam-macam, seperti kondisi ekonomi, suasana tentram dan damai atau sebaliknya, orang tua terpelajar atau ada juga yang sebaliknya, orang tua yang begitu perduli dengan anaknya atau ada juga yang biasa saja, semua hal ini mau tidak mau turut menentukan bagaimana belajar yang dialami dan dicapai anak-anak. Selain hal tersebut, termasuk juga dalam keluarga, ada tidaknya fasilitas-fasilitas yang diperlukan dalam belajar turut memegang peranan penting pula.

b.      Lingkungan masyarakat

Kondisi lingkungan juga mempengaruhi proses dan hasil belajar. Lingkungan ini dapat berupa lingkungan fisik atau alam dan dapat pula berupa lingkungan sosial masyarakat. Lingkungan alam misalnya keadaan suhu, kelembapan, kepengapan udara, dan sebagainya. Lingkungan masyarakat juga berpengaruh, sebab anak tidak lepas dari kehidupan masyarakat. Faktor mayarakat bahkan sangat kuat pengaruhnya terhadap pendidikan anak. Pengaruh masyarakat bahkan sulit untuk dikendalikan. Mendukung atau tidak mendukung perkembangan anak, masyarakat juga ikut mempengaruhi.

c.       Lingkungan sekolah

Faktor-faktor yang berasal dari sekolah dapat berasal dari guru, kurikulum, sarana dan fasilitas. Faktor guru banyak menjadi penyebab kegagalan belajar anak, yaitu yang menyangkut kepribadian guru ataupun kemampuan mengajarnya. Berbicara mengenai faktor kurikulum berarti berbicara mengenai komponen-komponennya, yakni tujuan, bahan atau program, proses belajar mengajar, dan evaluasi. Sangat jelas faktor-faktor ini besar pengaruhnya terhadap proses dan hasil belajar. Adapun mengenai sarana dan fasilitas tentu saja hal ini sangat mendukung kegiatan belajar siswa, ketidaklengkapan sarana dan fasilitas dapat menghambat proses belajar siswa. Terlebih lagi pada kelengkapan media pembelajaran, sebab pemanfaatan media dalam proses pembelajaran dapat merangsang dan mengembangkan daya nalar siswa.




BAB III

PENUTUP



Kesimpulan:

Teori belajar adalah upaya untuk mendeskripsikan bagaimana manusia belajar, sehingga membantu kita memahami proses inhern yang kompleks dari belajar. Teori belajar secara umum yang diterapkan dalam kegiatan pembelajaran, antara lain teori belajar behaviorisme, teori belajar kognitif, teori belajar humanisme, teori belajar sibernetik, dan teori belajar konstruktivisme. faktor-faktor yang mempengaruhi proses dan hasil belajar siswa dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal berupa faktor fisiologis (keadaan jasmani) dan faktor psikologis (keadaan rohani). Adapun faktor eksternal yaitu faktor-faktor yang berasal dari luar diri siswa, seperti lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, maupun lingkungan masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA



Danim, Sudarwan. Media Komunikasi Pendidikan: Pelayanan Profesional

Pembelajaran dan Mutu Hasil Belajar, Cet. 4. Jakarta: Bumi Aksara,

2013.



Soesilo, Tritjahjo Danny. Teori dan Pendekatan Belajar. Yogyakarta: Penerbit

Ombak, 2015.



Rasyidin, Al, Wahyudin Nur Nasution. Teori Belajar dan pembelajaran. Medan:

Perdana Publishing, 2011.



Komsiyah, Indah. Belajar dan Pembelajaran. Yogyakarta: Teras, 2012.



Husamah, dkk. Belajar dan Pembelajaran. Malang: UMM Press, 2018.



Purwanto, Ngalim. Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007.



[1] Sudarwan Danim, Media Komunikasi Pendidikan: Pelayanan Profesional Pembelajaran dan Mutu Hasil Belajar, Cet. 4, (Jakarta: Bumi Aksara, 2013), 47.
[2] Husamah, dkk., Belajar dan Pembelajaran, (Malang: UMM Press, 2018), 29.
[3] Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007),  91.
[4] Ibid., 92.
[5] Ibid., 97.
[6] Indah Komsiyah, Belajar dan Pembelajaran,(Yogyakarta: Teras, 2012), 37.
[7] Al Rasyidin & Wahyudin Nur Nasution, Teori Belajar dan pembelajaran, (Medan: Perdana Publishing, 2011), 33.
[8] Indah Komsiyah, Belajar dan Pembelajaran, 39.
[9] Ibid., 38.
[10] Tritjahjo Danny Soesilo, Teori dan Pendekatan Belajar, (Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2015), 35.
[11] Indah Komsiyah, Belajar dan Pembelajaran, 41.
[12] Ibid., 42-43.
[13] Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, 102.
[14] Indah Komsiyah, Belajar dan Pembelajaran, 91.
[15] Ibid., 95.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

NASKAH MEDIA PEMBELAJARAN

JENIS DAN KARAKTERISTIK MEDIA PEMBELAJARAN